Minggu, 23 Oktober 2011

Dari Tuhan Untuk Dinda

"iya, mama nanti ke sana kok sama papa" itu yang Dinda dengar di sore tenang hari itu. mama telepon dengan siapa? pikirnya. sedangkan dirinya dan adik kandungnya berada dalam rumah. dan terakhir kali dia cek, adiknya tidak sedang menelpon mama, mama mereka. lalu siapa lagi yang memanggil mama mereka dengan sebutan mama? dan didengarnya pula ada kata papa di sana. ada orang lain yang memanggil papa dan mama.

Oh! itu pasti Kak Asri.

sudah lama sekali Dinda tidak mendengar kabar kakaknya itu. ya, Asri memang kakaknya, tapi beda ibu. itu pun dia ketahui seteah dirinya di bangku SMP. ia tidak bisa lupa bagaimana sedihnya mamanya saat itu.

"sudah umur berapa anakmu? hah? 5 tahun? sudah besar ya!" ia terus menguping telepon itu.
"iya ma, orang Asri aja menikah sudah 6 tahun." ternyata teleponnya diloudspeaker.

jadi papa sudah punya cucu ya..Dinda ikut senang dalam hati.

"kamu sih nikah gak bilang-bilang" sambung mamanya.
"apanya! orang Asri cari-cari nomor papa sama mama pada gak bisa ditelepon waktu itu.."
"hahaha..marahin nih bapakmu"
dan telepon dipindah tangan ke papa.

Dinda meninggalkan obrolan mereka. dia sudah sangat paham sifat kedua orang tuanya. dan dia yakin, hilangnya nomor mereka pada saat nikahan kakaknya itu hilang yang disengaja.

Dinda menghilang dari hadapan mereka menuju kamarnya. mencoba menemukan sesuatu di sana. tidak ada. hidupnya akhir-akhir ini terasa kosong. mungkin karena ia jengah akan kehidupannya yang di rumah saja. diam-diam ia iri terhadap teman-temannya yang sudah lulus kuliah. padahal dia sudah berusaha selama 4 tahun ini.

pada saat itu Dinda melihat Alkitab. sudah lama sekali rasanya tidak membacanya. rasa kangen pun merasuki dirinya. dia haus sekali akan kata-kata di dalamnya, surat-surat Tuhannya, untuknya. dibacanya lembar per lembar hingga ia merasa tenang.

semakin hari Dinda semakin mengerti sirat-surat itu. dia semakin merasa nyaman membacanya setiap hari. sampai akhirnya,

"Din, besok kita ke kampus ya buat pendaftaran kamu." ajak mamanya.
Dinda menyambut dengan wajah sumringah. "jam berapa?"

dia begitu bersemangat, lalu dia berfikir. kenapa harus saat ini? dan tentu pertanyaan itu tidak di tanyakan pada manusia. tapi pada Dia. senyum Dinda mengarah ke langit.

"Ini jawaban dari gelap selama ini Tuhan? terima kasih."

















Share: