Kamis, 21 September 2017

Review Buku: Ikan Ikan Mati

Udah lumayan lama saya gak baca buku karangan kawan lama ini. Dan untuk pertama kalinya, (sepertinya iya ini pertama kalinya) saya review buku di blog ini. Sebelum-sebelumnya film. Oke, lanjut.. Jadi, buku ini menceritakan tentang Gilang yang bertemu kembali dengan Citra, gebetannya waktu SMA. Yang menarik di sini adalah si penulis (Roy Saputra) mengambil posisi sebagai orang ketiga maha tau. Jadi kita yang membaca bisa ikut merasakan perasaan keduanya. Saya jadi ikutan malu-malu saat mereka berdua diceritakan sedang bersama. Tapi tenang buku ini isinya bukan tentang cinta-cintaan doang kok.


Dibandingkan dengan buku sebelum-sebelumnya, ada peningkatan dari segi banyaknya halaman. Jelas berarti semakin kaya kosa kata yang bertambah dari si penulis. Saya suka beberapa kata yang belum pernah saya temui sebelumnya jadi tau artinya juga lewat footnote yang pasti nambahinnya PR juga itu. Salut sih sama deteilnya. Untuk settingan waktunya sendiri sangat original karena menggambarkan Indonesia belasan tahun ke depan dengan kecanggihannya. Hanya di sini beberapa kali saya agak bingung mungkin karena terlalu canggih itu tadi. Kerasa sisipan teknologi ini masih belum terlalu matang tapi lumayan untuk ide seoriginal itu. 

Kemasan bahasanya seperti biasa beberapa bisa buat saya ketawa spontan. Sampe ngakak. Untuk pendalaman karakter yang lumayan banyak, karena si Gilang ini punya geng sirkus di kantor yang logat bahasanya juga beda-beda. Beberapa di awal baca waktu pengenalan karakter kebayang, tapi kebelakang-belakang gak kebayang. Mungkin juga udah semakin dalem ke kasus utama.

Alur ceritanya lambat tapi pasti. Kita diajak ikut mikir juga ikut memilih. Tapi untung pilihan Gilang sesuai dengan yang kita harapkan :))) yang pasti waktu baca buku ini buat kamu juga menemukan beberapa kemiripan dengan dirimu sendiri.

iya kan, ikan-ikan mati?



Share:

Senin, 04 September 2017

Kerja Lagi!

Dulu waktu masih sekolah di Jakarta, yaa sekitar SMP lah. Sering banget liat sticker kuning dengan huruf melingker-lingker yang norak. Waktu itu sih.... itu yang ada dalem pikiran saya setiap liat sticker itu di angkot.

"Apaan sih ini maksudnya?" 
"Kok tulisannya jelek banget."
"Ini web ya? ada dotcom nya."
"Warnanya kuning lagi. Norak!"
"Fontnya jenis apaan itu melingker-lingker, Norak!"

14 tahun kemudian saya bekerja di perusahaan itu.

Ya, hari ini saya telah bergabung dengan perusahaan yang telah berkembang pesat dari 2003 tersebut. 

Lucu memang, waktu interview saya teringat kembali masa-masa melihat sticker itu di angkot dulu di Jakarta. Antara malu dan ingin jedotin pala ke kaca ruang tempat saya diinterview. Tapi, yang membuat saya akhirnya terus maju adalah perusahaan ini telah mengganti logo perusahaannya. Dan logo yang kali ini saya suka.

Ya, saya sereceh itu.

Maaf untuk pembuat logo yang awal, bukannya saya menjelek-jelekan, emang saya gak suka aja liatnya. Eh tapi ini membuktikan kalau kerja keras gak membohongi logo hasil. Walaupun logonya begitu, perusahaan ini tetap berkembang pesat. Ya walaupun saat ini logonya telah diganti. Tapi kan itu diganti setelah sukses. Hal ini membuktikan mungkin bagi orang lain logo yang dulu itu tidak masalah, saya aja yang lebay. Dan buktinya dengan logo yang dulu mereka bisa sukses.

Eniwei, lupakan masalah logo.

Saat ini saya sudah 3 bulan bekerja di sana. Ciee. Dulu saya pikir di Malang ini gak ada apa-apanya. Kantor-kantor yang ada juga gak yang wow banget. Dan saya pikir, kantor web ini di Jakarta (ya emang ada sih di Jakarta) tapi maksudnya kirain cuma satu ya yang di Jakarta itu. Ternyata justru pusat menulisnya di Malang!

Saya baru tau dari temen-temen ex Polimoli Indra dan Winda, kalau kantor media tempat saya kerja ini di Malang. Malahan setelah keluar dari Polimoli, Indra melamar kerja di sana dan keterima. Winda juga bekerja di media online yang populer di kota ini.

Nah, saya tau lamaran kerja di kantor ini justru bukan dari Indra. Seperti biasa, Twitter. Dan saya gak ngasih tau anak dua itu kalau saya melamar ke media online. Sampai akhirnya saya dipanggil untuk wawancara. Setelah proses iterview yang alot beserta nego tentang Hari Sabat, akhirnya saya bekerja di tempat yang sama kayak Indra :))



Awalnya masuk ke kantor ini berat buat saya. Karena terus terang, saya gak pernah kerja dengan orang-orang kreatif sebanyak itu. Paling banter 3 orang. Dan terakhir bekerja dengan ratusan orang satu ruangan, tiap orang ada sekatnya. Ini engga, jadi kalau jalan masuk ke meja serasa catwalk. Karena semua mata tertuju pada orang yang sedang berjalan. 


Kenapa sih milih media sosial lagi? padahal kan lulusan perbankan? banyak yang nanya gitu. Jauh. Gelar dengan hobby :)) tapi saya udah pernah tiga kali kerja di bank dua kali di media sosial sama yang sekarang. Dan saya akui saya menyukai keduanya. Saya suka kerja di bank, saya juga suka kerja di sini. Waktu itu juga saya menaruh lamaran di bank. Andai saja waktu itu bank tersebut memanggil saya terlebih dahulu, mungkin saya gak di sini sekarang :)
--------------------------------------------------------------------------------------

UPDATE:

Lupa nyeritain, sebenernya saya keterima di Sri Wijaya Air, bagian MT. Tapi, hari Sabtu masuk. Sedangkan seperti yang udah pernah saya ceritain, tentu gak akan saya terima. Udah dipertahankan dengan segala cara termasuk tawaran untuk masuk hari minggu seperti yang saya lakukan pada perusahaan sekarang, tapi ternyata beliau yang mewawancarai saya saat itu bilang kalau mereka hanya bisa toleran pada Sholat Jumat. Titik. Jadi saya lepas aja kerjaan yang tawaran di awalnya aja 8 juta itu.

:))) 
Share: