Selasa, 29 November 2016

Nulis

Nulis
Nu
Lis
Nu Alis. Salah.

Akhir-akhir ini kepikiran emang. Sempet bacain notes FB dari jaman dulu, blog-blog postingan lama, Tumblr, sebenernya selalu kepikiran. Untuk balik lagi. Untuk nulis lagi. Untuk selalu mencurahkan yang pingin dibagiin ke orang-orang. Pingin diceritain.

Tapi apa?

xD

Inspirasi nulis kayak gak ada apalagi dihimpit deadline revisi sana sini #curhat #alesan. Selalu aja ada alasan untuk orang malas, cenah Andrea Hirata. Ayo erica jangan malaaaaaaaaaaaaaaaaaasssssssss yaoloh #gerakinleher.

Ini aja mau nulis blog karena barusaan diDMin ini sama Kak Olga


thank you kak. Tak pernah letih diingetin.
sekarang gantian ingetin kalian. Yang sama-sama udah lama gak nulis lagi, gak gambar lagi, gak nyanyi lagi...
ayok. Nulis lagi, gambar lagi, nyanyi lagi, main alat musik lagi, futsal lagi, basket lagi, badminton lagi, buat video lagi. Pokoknya hidupin kelebihan positif kalian, LAGI :)




Share:

Minggu, 13 November 2016

Review Hacksaw Rigde

Sebenernya, saya dan pacar sudah memutuskan untuk tidak menonton bioskop kalau film Hollywood. kalau film Indonesia masih, itu juga pilih-pilih. Kita punya alesan yang cukup kuat untuk itu. Karena sesungguhnya, di agama kami, dilarang untuk menonton bioskop karena tempat yang gelap dan perbuatan yang nggak-nggak yang sering terjadi di bioskop luar. Dulu, saya gak terima pernyataan itu. Karena saya ke bioskop memang murni untuk nonton. Tapi setelah kita juga mempelajari subliminal dan lain-lain yang memang berpengaruh terhadap frontal lobe (yang mana sangat panjang kalau dijelaskan di sini) intinya, sangat-sangat mengurangi.

Sampai akhirnya minggu lalu, muncul di grup-grup Whatsapp tentang film ini. Penasaran, dan akhirnya kita membuat pengecualian untuk film ini. Awalnya gak berasa kayak nonton film perang, karena alurnya manis, klise, dan kocak pertemuan si Desmond Doss sama Dorothy. Masuk ke perangnya, tembak-tembakannya intens banget, dan kita berasa kayak di medan perang beneran dengan visualisasi yang gak manja (banyak darah muncrat, daging keliatan, dan potongan tubuh lainnya). Mungkin karena teknologi makin maju jadi darah-darahnya, dagingnya terlihat sangat nyata.

Setengah jam setelah tembak-tembakan mulai, jantung saya mulai gak enak jadi keluar dari bioskop dulu (saking tegangnya). Masuk-masuk masih tegang, akhirnya pakai headset dengerin musik rohani (true stroy). Gemeternya mulai ilang, tangan mulai agak anget. Tadinya udah ijin pacar, anceng-anceng kalau belum reda terpaksa keluar duluan. Dan akhirnya film selesai dengan membuat kita penontonnya merasakan trauma perang. Bersyukur juga dengan para pahlawan yang udah berperang jaman dulu. Terus terang aja saya sering nonton film perang, tapi yang ini, buat bener-bener masuk ke dalam keadaannya.

Apa karena kita memiliki keyakinan yang sama yaitu Seventh Day Adventist atau memang saya yang lebay? bagaimana temen-temen yang udah nonton?
Share: