Why don’t you kiss my forehead?
Kalimat itu terus terngiang.
Dia adalah seseorang yang selama ini membuat aku terjaga hingga tengah
malam. Hanya untuk menunggu dirinya pulang. Dia orang yang aku anggap kakak
sekaligus orang yang paling aku suka di atas muka bumi ini. Aku suka
menunggunya pulang. Selalu berdebar-debar menatap pintu. Dan ketika pintu depan
terbuka, lalu wajahnya yang muncul, tubuh ini tak kuasa untuk berlari ke
arahnya kemudian memeluknya.
“Maaf ya nunggu lama, banyak tugas di kampus.” Katanya sambil mengusap
rambutku.
Aku mengangguk nurut. “Masih banyak tugasnya?”
“Masih ini.” Dia menuju ruang tamu menaruh tasnya. Lalu kamera yang
tergantung di lehernya.
“Yaudah aku bantuin aja Kak Ryo.” Tawarku.
“Loh udah jam 10 loh, kamu gak tidur? Besok Biologi loh pertama Bu Pesta
kalau telat gawat Ca. Suruh ngapain dia kalo telat? Nyirem taneman sambil joget
dangdut?” lalu Kak Ryo segera mempraktekkan gerakan menyiram sambil joget.
“Hahahaha! Engga engga. Gak bakal telat. Dah ayok makanya cepet aku
bantuin.”
Dia udah gak bisa berkutik dan langsung mengambil semua perlengkapannya. Gak
lupa juga cemilan favorit kita.
Kak Ryo kuliah di jurusan design grafis. Dan tugasnya gak pernah absen.
Selalu ada yang baru setiap hari. Kadang dia bisa gak tidur sampai jam 3, atau
malah gak bisa tidur sampai pagi. Aku hanya bisa membantu sekedarnya. Paling
gak..sampai aku tenang melihatnya di sisiku.
Tapi aku masih gak bisa terima dia gak cium keningku tadi. Dia sempat
mengatakan hal yang penting. Apa ya? setauku itu harusnya penting. Aku terlalu
kesal karena dia gak pernah seperti ini. Ia selalu mencium keningku. Sebelum
berangkat ke kampus, atau saat kita pulang dari menorehkan karyanya di salah
satu tembok Jakarta dini hari. Dia selalu membuatku tertawa dengan tingkah
lakunya. Dia selalu hangat.
Tapi hari ini dia dingin.
Kemarin saat aku sedang bercanda dengan teman-teman di rumah, tiba-tiba dia
meneleponku.
“Halo kak?”
“Ica, besok kita bisa ke bangku taman?”
Bangku taman adalah tempat favorit kita kalau jalan pagi. Iya kami selalu
jalan pagi setiap minggu. Tapi aku curiga, ada apa Kak Ryo meneleponku hanya
untuk ke bangku taman? Lagi pula besok hari Selasa bukan hari Minggu. Pikirku
kemarin.
Dan aku baru tau jawabnya tadi. Akhirnya langkahku terhenti di depan rumah.
Aku menatap pintu coklat yang penuh dengan coretan kami.
Kalau Kak Ryo bilang, dia
akan ke...
Aku ingat.
Gimana hal sepenting ini aku diam saja?! Kenapa yang aku ingat malah
kecupannnya?? Makiku dalam hati panik membuka pintu mencari orang di ruang
tamu, di kamarnya, di mana pun. Orang terdekatnya, keluarganya yang pasti bisa
menjelaskan semua ini.
Akhirnya aku menemui ibunya di dapur.
“Bu, Bu Susi! Kak Ryo, Kak Ryo kapan ke London?” tanyaku terengah-engah.
Belum sempat Bu Susi menjawab, kalimat Kak Ryo tadi kembali terngiang.
‘Aku mau pergi ke London’
Itu katanya tadi. Aku terlalu syok sampai aku gak percaya. Setelah ia
mengatakan itu ia langsung meninggalkanku. Sendiri. Dia meninggalkanku tanpa
mencium keningku.
Aku terduduk di lantai. Kakiku lemas.
“Nak Ica, ini ada titipan dari Ryo.” Kata Ibunya sambil menyodorkan secarik
kertas kepadaku.
Aku segera membukanya. Di situ tertulis,
Belajar yang pinter,
aku tunggu di London Eye.
Aku menangis membaca. Kesal. Dia meninggalkanku di sini? London? Apa aku
bisa ke sana? Apa itu London Eye??
Tanpa sadar kertas yang kupegang telah basah
oleh titik-titik air mata.
Dia pikir diriku ini apa? Dia ninggalin aku di sini tiba-tiba? Dia pikir
aku yang terbiasa dengan dirinya di sampingku akan baik-baik saja kalau
tiba-tiba dia menghilang? Kak Ryoo!!
Aku menjerit dalam hati sambil terus menangis.
“HAHAHAHA!”
Itu suara tawanya, aku pasti sedang berhalusinasi.
“Hahahahha, ngapain nangis sambil jongkok gitu?”
Aku mengangkat wajahku. Melihat orang banyak di depanku. Dan ada dia yang
menertawaiku dengan suara paling kencang. Dia!
“Kak Ryo! Aku dikerjain?!” aku lari ke arahnya. Marah-marah sepuasnya
sambil terus menangis dan memukul badannya dengan kedua tanganku.
Kemudian
salah seorang di antara mereka muncul dari belakang sambil membawa kue ulang
tahun. Dan mereka semua menyanyikan lagu yang paling populer sedunia “Happy
Birthday”. Mereka. Semua. Gak terkecuali Kak Ryo. Masih memasang muka super
rese dan tertawa. Aku dikerjain! Arghhh! Aku lupa kalau hari ini aku ulang
tahun!
Mereka semua memintaku untuk meniup lilinnya. Aku masih dengan wajah yang
basah meniup lilin yang berbentuk angka 18 itu sampai padam. Lalu mereka semua
bertepuk tangan. Meriah. Setelah aku amati wajah-wajah mereka, ternyata adalah
teman-temanku dan teman-temannya yang aku kenal. Ini sungguh mengesalkan.
“Aku beneran mau ke London.” Katanya orang yang saat ini menjadi tersangka
utama untuk amukkanku. Belum sempat aku menyautnya dia sudah melanjutkan.
“Tapi sama kamu.” Sambil menunjukkan tiket ke London lengkap dengan
tanggalnya, yaitu seminggu setelah sekolahku selesai. Dia mengecupku di kening. Aku
hanya bisa menangis sambil memeluknya.
0 comments:
Posting Komentar